Namun ada seorang bocah yang malas untuk bermalas-malasan. Pagi itu ia dipanggil mama untuk melakukan kewajibannya setiap pagi. Namanya Fajri, Fajri Rizki Anfaj. Anak ke-6 dari 16 bersaudara. 5 orang kakaknya sudah pergi mengejar impiannya di sekolah yang kaya dengan ilmunya masing-masing. Dia Fajri, anak yang patuh, baik dan suka menolong orangtuanya di rumah. Kesehariannya hanya dipenuhi oleh setumpuk gunung yang harus ia angkat di pundaknya. Fajri, dia jarang sekali keluar untuk pergi main. Kecuali hatinya sudah bosan dengan kesendiriannya.
“Fajri, bangun nak, bantu mama mengerjakan tugas mama!.” Panggil mama Fajri yang sedang asyik mencuci setumpuk kain di kamar mandi.
“Ya ma, Fajri bangun.” Jawabnya dengan hati gembira.
Dia pun bangun dari tidurnya. Lalu, membereskan tempat tidurnya. Ia melihat jadwal hariannya di secarik kertas yang ia tempel di dinding kamarnya. Di sampingnya ada jadwal pelajaran, jadwal tugas, kata-kata motivasi. Bahkan ia menulis beribu cita-cita yang ingin ia capai esok dihari muda. Berdiri dan menuju kertas jadwal pekerjaan hariannya. Di sana tertulis mengurus alat sekolah adik-adik, memasak air, membantu menjemurkan pakaian, membereskan rumah dan masih banyak pekerjaan lain yang akan ia kerjakan pada hari itu.
Satu per satu perkejaan tadi hampir selesai ia kerjakan. Kenapa tidak?, ia mengejakannya dengan hati yang sangat gembira.
“Bang bantu Alwi buat PR dong, cuman 2 soal kok.” Rengek salah satu adiknya kepada Fajri.
“Coba lihat abang soalnya!.” Jawabnya dengan sabar.
Adiknya menyerahkan buku latihan matematikanya. Fajri membaca soalnya dengan serius dan membantu adiknya menyelesaikan PR nya pagi itu. Adiknya tentu sangat gembira karena PR dari pelajaran yang ia sukai dapat terselesaikan.
Semua pekerjaan sudah selesai ia kerjakan. Ia menengok ke jam dinding yang masih setia dengan cintanya kepada dinding dan paku yang menggantungnya. Jam masih menunjukan, jarumnya berdiri tegak lurus tanpa ada bengkok sedikit pun. Namun mamanya sudah siap untuk berangkat mengajar beribu insan yang haus ilmu di kampung sebelah. Lumayan jauh jalan yang akan ditempuh mama Fajri, apalagi mamanya hanya jalan kaki menuju ke sana.
Papa fajri sudah berangkat mencari nafkah di kampung halamannya malam tadi. Jadi, tidak ada yang bisa mengantarkan mamanya ke tempat kerja. Tapi hal itu tidak menjadi masalah bagi mama Fajri, sudah menjadi kebiasaan mamanya jalan kaki menempuh jarak yang jauh ke tempat ia bekerja.
Fajri mengajak adiknya untuk mandi. Ada 4 orang adiknya yang sudah duduk di bangku pendidikan. Jam 7 dia dan adik-adiknya sudah siap mau berangkat ke sekolah yang tak jauh dari rumahnya. Ia pun pergi ke tempat sekolah. Namun selama di perjalanan, nampak bertriliunan pertanyaan yang ia simpan dalam pikirannya. Ya, dia memikirkan maksud dari bunga tidurnya tadi, yang tidak biasa dialaminya. Pagi tadi pun sebelum mamanya membangunkan dirinya, ia sempat memikirkan mimpinya itu.
Seorang kakek berjalan dengan tertatih-tatih meminta makanan minuman kepada Fajri.
“Cu, kasihlah kakek seteguk air dan sesuap nasi untuk mengganjal perut kakek yang terasa sangat lapar ini nak…” katanya lirih dengan badan lemas.
Dengan sigap Fajri masuk ke rumahnya dan mengambil sepiring nasi dan secangkir air putih untuk kakek yang kelaparan tadi.
“Kek, ini makan dan minumlah, mudah-mudahan dengan nasi dan air yang seadanya ini dapat mengganjal perut kakek yang kelaparan. Makanlah kek” kata Fajri dengan rasa iba.

“Nak, dengarkanlah kata-kataku ini, kau merupakan anak yang baik, patuh dan sholeh. Sudah sepantasnya kau mendapatkan ganjaran dari semua perbuatanmu itu. Mulai hari ini kuberikan kau keistimewaan yang tak pernah orang miliki sebelumnya”.
Fajri pun kaget dan tersintak dari tidurnya. Garis kening menghiasi dahinya, ia tak mengerti apa maksud kakek yang ditolongnya dalam mimpinya tadi.
Sampai di sekolah pun ia masih memikirkan hal tersebut, SDN 13 katialo, itulah nama sekolahnya sekarang, ia duduk di bangku kelas 6. Namun tanpa ia sadari, waktu istirahat tadi ia melakukan tindakan yang sangat heroik. Ia membantu salah satu temannya yang bermain di lantai 2 yang jatuh dari sana. Tapi tanpa ia sadari dirinya bergerak seakan ada empu lain yang mengendalikannya. Ia terbang dan menangkap dengan sigap temannya yang jatuh tadi.
Tepukan tangan bergemuruh bagaikan petir untuknya. Semua orang terkagum dengan aksinya.
Bel pulang berlantun indah menandakan pelajaran telah usai. Fajri pulang dengan perasaan heran dan tak menyangka apa yang ia lakukan tadi di sekolah. Sekarang semua orang telah membicarakannya.
Malamnya, selesai mengerjakan PR nya ia pun pergi tidur dan membaca doa sebelum tidur. Terlelap dan terlelap. Kakek itu pun datang lagi. Ia berkata.
“Nak Fajri sekarang kau sudah tahu apa keistimewaan yang telah kuberikan padamu, sekarang pergilah kau terbang, susurilah angkasa dan carilah istana langit, dimana semuanya bermula di sana, pergilah… pergilah… pergilah!!!” suara kakek tadi menggema hilang tanpa jejak.
Lagi-lagi ia terbangun dan mendengar mamanya memanggil. Seperti biasa ia bangun dan mengerjakan tugasnya. Tak habis pikir Fajri memikirkan mimpi yang akhir-akhir ini mengunjunginya. Namun tanpa berpikir panjang ia menguji kebenaran dari mimpinya itu.
Ia terbang menyusuri angkasa dan mencari istana langit yang dimaksud kakek dalam mimpinya itu. Namun perjalanan yang dilakukannya tak semudah yang ia pikirkan. Di tengah perjalanan ia dihadang oleh beberapa binatang buas. Pertama ia dihadang oleh naga emas. Ia bertarung cukup sengit dengan naga tersebut. Namun pada akhirnya Fajri dapat mengalahkan naga tersebut. Kemudian, naga itu berubah menjadi pakaian emas yang melekat pada tubuh Fajri. Kedua, ia bertemu dengan merpati permata raksasa yang terhimpit kayu besar. Merpati itu menjerit kesakitan minta tolong. Tentulah si Fajri merasa iba dan terbang mendekati burung merpati tersebut.
“Wahai merpati apa yang telah terjadi padamu, kenapa kamu bisa sampai seperti ini?.” Selidik Fajri.
“Tolong angkat dulu kayu ini dari tubuhku wahai pemuda, nanti akan saya ceritakan semuanya padamu!”
Fajri pun mengangkat tersebut dengan kekuatan yang ia miliki. Si merpati pun merasa lega dan senang sekali bisa lepas dari kayu besar yang membuatnya menderita. Lalu, Fajri bertanya lagi karena masih dikelilingi rasa heran.
“Wahai merpati apa yang terjadi padamu?.” Tanya Fajri untuk kedua kalinya.
“Di sana, di atas langit sana ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Safari yang dipimpin oleh Raja Anfaj. 12 tahun yang lalu, kerajaan tersebut dengan aman, damai dan tentram. Suatu hari kerajaan tersebut mendapat kabar gembira bahwa sang permaisuri mengandung seorang anak. Betapa senangnya raja waktu itu. Tepat pada hari kelahirannya, kerajaan tersebut diserang oleh manusia. Melihat hal itu, permaisuri tak ingin terjadi apa-apa pada anak semata wayangnya itu. Akhirnya ia memutuskan untuk mengirimnya ke bumi. Peperangan tersebut berakhir dengan jalan damai. Namun keadaan tampak begitu tak bersahabat dengan kerajaan tersebut. Anak semata wayang mereka sudah terlanjur dikirim ke bumi. Sejak saat itu sang raja sering marah-marah kepada penghuni istana dan permaisuri selalu mengurung diri di kamarnya.
“Lalu kenapa kamu sampai terhimpit oleh kayu besar ini?.”
“Saya diperintahkan oleh Raja Anfaj untuk mancari anak mereka tersebut. Namun di tengah jalan, saya merasa lelah telah mencarinya selama 12 tahun. Disaat saya terbang tubuh saya tak seimbang dan membuat saya terjatuh dan dihimpit oleh kayu besar ini. Sekarang kau mau ke mana dan siapakah engkau ini?.”
“Namaku Fajri Rizki Anfaj, aku datang ke sini atas petunjuk yang diberikan oleh kakek-kakek dalam mimpiku!.”
“Tunggu siapa namamu tadi?, Fajri Rizki Anfaj!. Kenapa namamu bisa sama dengan Raja Anfaj?.”
“Itu sudah biasa, nama orang bisa saja sama di atas dunia ini!.” Jawab Fajri dengan bijaksana.
“Ketahuilah anakku, di dunia ini yang namanya Anfaj hanya ada satu keturunan saja. Nama itu boleh dipakai oleh orang tersebut apabila ia termasuk ke dalam ranji tersebut. Dan kau tak mungkin kebetulan begitu saja. Saya yakin kaulah anak dari Raja Anfaj yang hilang 12 tahun yang lalu. Ini merupakan kabar gembira bagi Kerajaan Safari!.” Jawab burung merpati dengan gembira. Ternyata orang yang selama ini ia cari sudah ada di depan matanya.
“Sekarang kau mau ke mana Fajri?.”
“Saya hanya ingin memastikan kata kakek-kakek yang ada di dalam mimpiku saja!.”
Tak lama kemudian burung merpati merubah dirinya menjadi sebuah mahkota dan melekat ke kepala Fajri. Ternyata mahkota itu memberikan efek yang luar biasa pada Fajri, dia berubah menjadi seorang pemuda yang sangat tampan, tampan sekali, layaknya seorang pangeran. Kemudian Fajri melanjutkan perjalanannya mencari istana langit. Akhirnya dia menemukan istana langit tersebut. Betapa kagumnya Fajri melihat bangunan yang ada di depannya tersebut.
“Subhanallah, sungguh aneh, ternyata di zaman modern ini masih ada yang seperti ini!.”
Fajri mendarat di halaman istana. Tentulah semua penghuni istana bingung dibuatnya. Siapakah gerangan yang datang, pemuda tampan layaknya seorang pangeran.
Kabar datangnya seorang pemuda ke istana sampai juga ke telinga sang raja dan ratu, mereka bergegas menuju halaman istana. Sesampainya di halaman istana, ternyata kabar itu benar. Segera mereka melihat tanda lahir yang ada di leher Fajri. Fajri pun kebingungan.
“Kau ini anakku, wahai pemuda, sudah lama ibunda merindukanmu nak!, tinggallah di sini bersama kami nak!.” Kata ratu sambil memeluknya.
Fajri semakin heran dibuatnya. Dan juga dia tak mau tinggal di istana itu. Dia sangat menyayangi keluarganya di rumah. Padahal tujuan awalnya hanya ingin memastikan mimpinya saja. Tetapi, kenapa bisa begini jadinya?. Fajri pun tah habis pikir dibuatnya. Spontan dia terbang lagi dan lari dari istana tersebut.
Tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya, sang raja memerintahkan pengawal untuk mengejarnya. Fajri sangat ketakutan. Dia terbang dengan cepat, namun pengawal istana semakin cepat pula mengejarnya. Fajri takut, sangat takut. Pengawal sudah semakin dekat dengannya dan berhasil menangkap Fajri, dia semakin takut dan meronta-ronta minta dilepaskan.
Fajri berteriak sekencang-kencangya. Membuat dia terbangun dari tidurnya.
“huuuuuuufftt, syukur hanya mimpi!.” Fikir Fajri merasa ketakutan. Dia tidak bisa membayangkan kalau hal itu memang terjadi. Dia nggak mau berpisah dari keluarga yang sangat disayanginya itu. Dia baru sadar, ternyata setelah mamanya membangunkan tadi, Fajri malah tidur lagi karena ia merasa lelah seekali setelah membaca buku dongeng yang ia baca larut malam tadi.
Fajri melanjutkan pekerjaan rutinitasnya. Di sekolah, nampak Fajri hanya bisa duduk memangku tangan melihat temannya bermain. Ya, begitulah keseharian Fajri setiap harinya. Ia tak bisa terlalu akrab dengan temannya karena ia jarang sekali bertemu dengan temannya selain di sekolah. Lagian bahan yang ingin ia bicarakan bisa dikatakan minim sekali. Maka jadilah Fajri hanya bisa bermain dengan kesendiriannya.
“huft, andai aku bisa mempunyai teman dekat, paski akan sangat mengasyikan. Tak perlu lagi aku sendiri seperti ini. Walaupun itu hanya sekedar teman saling berbagi!.” Keluh Fajri.
Walaupun begitu, prestasinya tak pernah bisa dikalahkan oleh teman sekolahnya. Kenapa tidak, tiap harinya ia hanya bisa membaca buku kalau tidak membantu pekerjaan orangtuanya di rumah. Kalau tidak itu, ya jadilah kebosanan yang akan menemaninya.
“Nak Fajri, kenapa kamu tak bergabung dengan temanmu bermain di sana?.” Kata Bu Hatta salah seorang guru yang disukai Fajri sambil menunjuk rombongan temannya yang sedang bermain.
“Nggak kok Bu, saya lagi malas main aja kok Bu!.” Jawab Fajri sekenanya saja.
“Tak baik nak menyimpan-nyimpan terus keinginan kita!.” Kata Bu Hatta seakan dia tahu apa yang dirasakan Fajri.
“Iya Bu, makasih ya Bu!.” Jawab Fajri sambil tersenyum.
Suatu hari, ada siswa baru pindah ke sekolah Fajri. Pada awalnya Fajri cuek-cuek saja dengan siswa tersebut. Namun, dengan santainya siswa baru tadi menyapa Fajri.
“Hai!.” Sapanya dengan tersenyum.
“Hai, assalamualaikum!.” Jawab Fajri sambil terheran karena baru kali ini ada orang yang mau mendekatinya.
“Perkenalkan nama saya Fajar Anwarki,!” katanya sambil mengulurkan tangannya.
“Fajri Anfaj Rizki!.” Jawab Fajri dengan cuek.
“Kamu mau nggak menemani saya jalan-jalan keliling sekolah ini untuk mengetahui sekolah baru yang terasa asing ini buat saya.”
Karena Fajri juga merasa tak enak dengannya kalau sampai ia menolak, lagian ia juga bosan kalau sendiri-sendiri terus.
“Yuk, sekalian kita bisa saling taarufan!.” Jawab Fajri sambil mengajaknya berjalan mengelilingi sekolah.
“Sebelumnya kamu sekolah di mana?.” Tanya Fajri memecahkan keheningan.
“Di SMP unggul indonesia!.” Jawabnya dengan biasa saja.
“Jadi kamu hebat dong?.”
“Nggak juga sih, kan semua manusia itu sama, cuman yang membuat kita berbeda ya dari malasnya aja. Kalau seandainya, kita nggak malas mungkin negara kita ini udah maju sejak dulunya, iya nggak?.” Jawabnya degan bijaksana.
“Ia juga sih, lalu kenapa kamu pindah ke sini?”
“Oh itu karena papaku pindah kerja ke daerah ini!.”
“Ooh, gitu ya!.”
Saking asyiknya mereka ngobrol sampai nggak kedengar bel berbunyi, menandakan jam istirahat telah usai. Fajar dan Fajri pun masuk ke kelas, kebetulan kelas mereka sama, ya jadi bisa barengan. Begitulah seterusnya, Fajar dan Fajri semakin akrab. Sehingga di kelas pun mereka sering gantian memegang juara umum di sekolah.
Suatu saat, Fajri mengunjungi Fajar ke rumahnya. Betapa sangat kagumnya ia melihat rumah Fajar, begitu besar dan mewah. Fajri mencoba mengetuk pintu rumah Fajar.
“Assalamualaikum….!” kata Fajar sambil mengetuk pintu.
“Waalaikumussalam!.” Jawab Fajar membuka pintu rumahnya.
“Hi, Fajar, kamu lagi sibuk nggak?, kebetulan pekerjaan membantu orangtuaku di rumah udah kelar jadi bisa pergi main ke rumahmu!.”
“Eh, Fajri silahkan masuk, nggak papa kok!” Jawab Fajar dengan sopan.
Mereka berdua pun masuk ke dalam kamar Fajar untuk mengerjakan PR bersama sesuai dengan janji mereka tadi siang di sekolah betapa kagumnya Fajri melihat apa yang terbentang di depan matanya, sungguh pemandangan yang menakjubkan. Kamar yang rapi, bagus dan mewah. Fajri tak menyangka Fajar yang biasa-biasa saja di sekolah, memiliki fasilitas yang sangat mewah di rumahnya, dia tak pernah sombong kepada teman-temannya. Hal itulah yang membuat Fajri memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu yang sudah lama ia inginkan.
“Jar, aku boleh bilang sesuatu nggak?.”
“Boleh Jri, apa?”
“kamu mau nggak jadi sahabat sejatiku?”
“maksudnya?.” Jawabnya tak mengerti apa yang diinginkan Fajri.
“kamu kan tahu, sebelum saya bertemu kamu, saya sering sendiri-sendiri saja tanpa ada teman tanpa ada yang peduli kepada saya. Namun setelah bertemu kamu semua itu menjadi berubah, Cuma kamulah satu-satunya teman yang aku punya dan percayai. Kamu tahu kemaren itu saya rela dibuli kakak kelas, supaya kamu tidak diganggu oleh mereka!.”
“Fajri saya mengerti dengan keinginanmu itu, tapi maaf saya dekat denganmu bukan berarti saya mau jadi sahabat sejatimu. Asalkan kamu tahu saja Fajri, sebenarnya saya melakukan semua ini atas permintaan Bu Hatta Murni kepada saya pada saat hari pertama saya datang ke sekolah ini, makanya saya bisa sekelas denganmu. Semua itu beliau lakukan karena Bu Hatta merasa kasihan kepada kamu, sebab nggak ada teman yang mau dekat denganmu. Dan saya juga sudah mencari tahu ke teman-teman sekolah mengapa mereka tak mau berteman denganmu. Kata mereka nggak ada gunanya dekat denganmu. Sekali lagi saya minta maaf padamu Fajri, bukannya saya nggak mau berteman dekat denganmu. Dan perihal kejadian kemaren makasih ya!.” Jawab Fajar dengan santai.
Setelah mendengar semua itu. Bak disambar petir di siang cerah hati Fajri mendengar semua pengakuan Fajar. Dia tak menyangka orang yang selama ini ia percayai dan kagumi malah mengatakan hal yang demikian padanya. Ia sadar inilah arti mimpi yang membuatnya merasa takut dulu. Ternyata Allah sangat sayang padanya karena telah memberikan pertanda untuknya.
“Oh gitu ya, makasih atas semua yang kamu berikan kepada saya. Terima kasih telah mau menjadi teman saya selama ini!.” Kata Fajri dengan menahan rasa marahnya.
“Saya mau pamit pulang dulu!.” Katanya meninggalkan Fajar yang dengan enjoynya menyilahkan Fajri pulang. Apalagi yang bisa dia lakukan. Dia hanya bisa memandang Fajri yang keluar dari rumahnya sampai Fajri tak kelihatan lagi di rumahnya.
Sesampainya di rumah, Fajri hanya bisa memikirkan kata-kata muntiara hitam yang disampaikan Fajar tadi kepadanya. Kata-kata “TAK ADA GUNYA BERTEMAN DENGANMU” masih terngiang-ngiang dalam pikirannya. Ia tak menyangka kenapa semua orang di sekolah tega mengatakan itu kepada dirinya. Yang tak memiliki sahabat sejak kecil. Ia kecewa, marah, semuanya bercampur aduk dalam hatinya.
Sejak kejadian itu Fajri jarang sekali akrab dengan teman sekolahnya, tapi ada sekali-sekali ia ngobrol dengan temannya, itu pun ia lakukan hanya ada hal penting saja. Kalau masalah bermain dia lebih banyak bermain dengan adik-adiknya di rumah. Dia bahagia bisa memiliki adik banyak, jadi dia nggak bosan lagi selesai mengerjakan aktivitas yang melelahkan baginya.
Suatu hari, ada kegiatan students exchange yang diselenggarakan oleh bina antar budaya. Yang mana kita diberi beasiswa untuk sekolah ke luar negeri. Fajri mencoba mengikuti kegiatan tersebut. Setelah melakukan berbagai test akhirnya keluarlah hasil final dari kegiatan tersebut, pada saat itu ia melihat hasilnya dan ternyata oh ternyata huruf-huruf yang menyusun namanya berbaris indah, deretan pertama di pengumuman hasil tersebut. Fajri tak menyangka bahwa ia bisa menjadi nomor satu dari sekian banyaknya pendaftar di Indonesia.
Hal itu membuat semua teman-teman di sekolahnya merasa kagum padanya. Ada yang menanyakan mengapa ia bisa menjadi hebat seperti sekarang dan ada pula yang ingin berteman dekat dengannya.
Namun dengan santainya ia menjawab: “Maaf saya nggak ada gunanya berteman bagi kalian, sesuai dengan apa yang kalian ucapkan dulu padaku. Namun tanpa mengurangi arti bahwa saya tidak membenci kalian.”
Mereka menyesal telah memberlakukan Fajri dengan tidak semestinya dulu. Mereka sadar bahwa tidak seharusnya mereka memilih-memilih dalam berteman. Namun semua itu telah terlambat untuk disesali. Mereka merasa iri kepada orang-orang yang dekat dengan Fajri. Apa yang mau dikata, nasi telah menjadi bubur, mereka hanya bisa menggigit jari melihat semua hal itu.
Fajar dengan malu-malu datang mendekati Fajri.
“Hi Faaaa…Jri?.” sapanya gugup.
“Hi, ada apa Jar?.” Jawab Fajri sopan dan ramah tanpa ada rasa benci padanya.
“Saya mau, hanya mau mengucapkan selamat sekalian saya minta maaf atas apa yang pernah saya bilang padamu dulu!.” Ungkapnya gugup.
“Oh itu, nggak usah dipikirin, saya udah memaafkanmu dari jauh-jauh hari, lagian kejadian itu sudah lama saya lupakan!.” Jawabnya dengan tersenyum.
“Syukurlah kalau begitu. Oh ya, kamu mau nggak menjadi sahabat baikku lagi?.” Jawab Fajar dengan tiba-tiba.
“maaf kalau untuk menjadi sahabat baik, saya tidak bisa berikan untukmu Jar, tapi kalau sekedar teman saya mau kok menjadi temanmu karena kursi sahabat sejati sudah diisi oleh orang yang setia dengan baik dan buruk perbuatan yang saya lakukan selama ini!.”
“Siapakah dia Jri, katakanlah kepadaku siapakah dia?.”
“Mereka adalah keluarga saya, sejak hari itu saya sadar ternyata sahabat sejati yang saya cari selama ini sudah saya punya bahkan itu tepat di pelupuk mata saya. Namun saya tidak pernah menyadari keberadaan mereka yang sangat berguna bagiku. Walaupun ada yang bilang teman adalah sahabat sejati mereka, apakah mereka yakin dengan semua itu!. Apakah dikala mereka lagi berselisih apakah rahasia yang kita beri tahu kepada mereka akan dijaga dengan baik. Namun, cobalah dengan keluarga, sebenci apa pun mereka kepada kita, mereka tidak pernah menjelek-jelekan kita di depan orang lain. Karena mereka sadar bahwa yang mengalir di tubuh saudaranya adalah darah mereka juga!,” Jawab Fajri dengan panjang lebar.
Fajar hanya bisa tertunduk lesu mendengar semua itu. Dia sangat menyesal telah memutuskan harapan sang pencari sahabat sejati. Kini apalah daya, sikap Fajri terlalu baik baginya. Harapan Fajri untuk mendapatkan sahabat sejati telah hilang dimakan malam dan digantikan dengan indahnya bintang yang bertaburan di langit yang selalu setia menemani bulan dikala ia ada.
Anwar tersenyum membaca diary usang yang ia tulis dulu di buku diarynya ketika ia masih SMP/MTs dulu. Masih ingat olehnya ia menulis buku itu hanya untuk menghibur dirinya dikala ia sendiri. Cerita yang menggelikan, bisiknya dengan tersenyum puas.
http://cerpenmu.com/cerpen-remaja/sang-pencari-sahabat-sejati.html
0 komentar:
Posting Komentar